Mei 2020
Hukum Ta'awudz dan Cara Membacanya:

Ta'awudz (isti'adzah) merupakan permintaan perlindungan kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala dari setan yang dirajam (terkutuk).

Ada tiga lafazh ta'awudz (isti'adzah) yang boleh dibaca ketika memulai bacaan Al-Qur'an, yaitu:
  • أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ (Lafazh yang paling utama)
  • أَعُوْذُ بِاللهِ السَّمِيْعِ الْعَلِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
  • أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ
Hukum membaca ta'awudz/Isti'adzah ketika memulai membaca Al-Quran adalah Sunnah/Mustahab dan ada pendapat lain yang mengatakan wajib berdasarkan firman Allah Subhaanahu wa Ta'aala dalam Surat An-Nahl: 98:

فَإِذَا قَرَأْتَ ٱلْقُرْءَانَ فَٱسْتَعِذْ بِٱللَّهِ مِنَ ٱلشَّيْطَٰنِ ٱلرَّجِيمِ

Artinya: "Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk."


Apakah Ta'awudz/isti'adzah dibaca keras (jahr/didengar orang lain) atau tanpa mengeluarkan suara (sirr)?

1. Ta'awudz/isti'adzah dibaca jahar ketika memulai bacaan Al-Quran dalam sebuah perkumpulan atau perayaan juga ketika sedang belajar membaca Al-Qur'an dan dibaca sirr ketika sholat atau sedang membaca sendiri.

2. Sebagian ulama lain berpendapat bahwa menjaharkan lafaz ta'awudz/isti'adzah tidaklah mutlak akan tetapi ada beberapa keadaan yang membolehkan ta'awudz/sti'adzah dibaca sirr, seperti:
  • Jika seorang qari membaca sendiri.
  • Apabila dia membaca dengan sirr ditengah orang ramai.
  • Apabila datang gilirannya membaca Al-Qur'an dalam s halaqoh dan dia bukan orang yang pertama kali membaca.
Bagaimana membaca ta'awudz/isti'adzah dalam sholat?
Ta'awudz/isti'adzah dibaca sirr baik dalam sholat jahar maupun sholat sirr.

Jika bacaan Al-Qur'an terputus, haruskah mengulang ta'awudz/isti'adzah kembali?
Apabila seseorang mengawali bacaan ta'awudz/sti'adzah dengan jahr, kemudian bacaannya terputus dengan pembicaraan diluar bacaan (pembicaraan yang tidak berhubungan dengan bacaan). Maka, ia dianjurkan melanjutkan bacaan dengan memngulang isti'adzah kembali. Kecuali, jika bacaan terputus karena keadaan darurat seperti batuk, bersin atau pembicaraan yang masih berkaitan dengan Al-quran atau bacaan. Maka bacaan ta'awudz tidak perlu diulang. [1]


Cara-cara Membaca Ta'awudz/Isti'adzah:

1. Cara membaca Ta'awudz diawal surat
  • Memutus/berhenti setelah membaca ta'awudz kemudian membaca basmalah, lalu membaca awal ayat surat yang ingin dibaca.
  • Memutus/berhenti setelah membaca ta'awudz kemudian membaca basamalah bersambung dengan awal ayat pada surat yang dibaca.
  • Menyambung bacaan ta'awudz dengan basmalah kemudian membaca awal ayat surat yang ingin dibaca.
  • Menyambung bacaan ta'awudz, basmalah dan awal ayat surat yang ingin dibaca.

2. Cara membaca ta'awudz dan basmalah di tengah surat

Maksudnya seseorang memulai bacaan Al-Qur'annya di pertengahan surat, seperti memulai bacaan pada awal juz yang bukan awal surat, awal hizb, atau ayat lainnya. Maka, ia boleh memilih ingin membaca basmalah setelah ta'awudz atau tidak membaca basmalah.

- Jika membaca basmalah setelah isti'adzah maka ia boleh memilih salah satu dari cara yang empat diatas.

- Namun, apabila ia tidak membaca basmalah, maka ia boleh memilih satu dari dua cara berikut ini:
  • Memutus/berhenti setelah membaca ta'awudz kemudian membaca awal ayat surat yang ingin dibaca. Dan cara ini lebih diutamakan/dianjurkan untuk diamalkan.
  • Menyambung bacaan ta'awudz, basmalah dan awal ayat surat yang ingin dibaca.

Hukum Basmalah dan Cara Membacanya:
Tidak ada perbedaan pendapat Ulama Qiroat (Qurra') tentang hukum membaca basmalah di setiap awal surat kecuali surat At-Taubah.

Teks atau lafaz basmalah adalah:

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِیْمِ

Artinya: “Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang.”

Bagaimanakah hukum membaca basmalah dalam sholat?
Boleh Jahr (keras), atau tidak Jahr (tidak dibaca keras), sesuai madzhab fiqih masing-masing.

Cara-cara Membaca Basmalah:

1. Cara membaca basmalah di antara dua surat, adalah:

  • Menyambung akhir ayat surat yang sedang dibaca dengan basmalah dan dengan awal ayat surat berikutnya.
  • Memutus akhir ayat surat yang sedang dibaca dengan basmalah dan dengan awal ayat surat berikutnya.
  • Berhenti pada akhir ayat surat yang sedang dibaca, lalu menyambung basmalah dengan awal ayat surat berikutnya.

Penting: Dilarang menyambung akhir ayat yang sedang dibaca dengan basmalah lalu berhenti, kemudian melanjutkan bacaan langsung pada ayat pertama surat berikutnya. Tahukah mengapa? agar tidak menganggap basmalah sebagai lanjutan dari surat sebelumnya yang sedang dibaca. Seolah-olah basmalah termasuk ayat pada surat yang terakhir dibaca.

2. Cara membaca akhir ayat surat Al-Anfal dengan awal surat At-Taubah

Hanya ada satu surat di dalam Al-Qur'an yang tidak diawali dengan basmalah yaitu Surat At-Taubah. Hal ini dikarenakan Surat At-Taubah merupakan surat yang diawali dengan seruan perang sedangkan kalimat basmalah mengandung makna kasih sayang sehingga tidak mungkin sebuah peperangan dilandasi dengan rasa kasih sayang. Lafaz basmalah di dalam Al-Qur'an terdapat sebanyak 114 kali, di setiap awalan surat yang 113 dan pada QS. An-Naml ayat 30.

Cara membaca akhir ayat surat Al-Anfal: 75 dengan awal surat At-Taubah: 1 ada tiga cara, yaitu:
  • Berhenti pada akhir surat Al-Anfal (عَلِيمٌۢ), lalu mengambil nafas kemudian melanjutkan bacaan dengan memulai ayat pertama surat At-Taubah (...بَرَآءَةٌ)
  • Berhenti pada akhir surat Al-Anfal (عَلِيمٌۢ) dengan saktah (saktah: berhenti sejenak tetapi tidak boleh mengambil nafas), lalu melanjutkan bacaan ayat pertama surat At-Taubah (...بَرَآءَةٌ)
  • Menyambung akhir ayat surat Al-Anfal (عَلِيمٌۢ) dengan ghunnah dua harakat (Iqlab) dengan awal ayat surat At-Taubah (...بَرَآءَةٌ)


➧Ulama berpendapat bahwa membaca basmalah di beberapa tempat berikut ini lebih dianjurkan dibanding meninggalkan bacaan basmalah ketika memulai bacaan Al-Qur'an:

1. Ayat-ayat yang dimulai dengan asmaul husna, seperti:


ٱلرَّحْمَٰنُ عَلَى ٱلْعَرْشِ ٱسْتَوَىٰ

Artinya: "(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas 'Arsy." (Qs. Thaha: 5)


ٱللَّهُ وَلِىُّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ يُخْرِجُهُم مِّنَ ٱلظُّلُمَٰتِ إِلَى ٱلنُّورِ


Artinya: "Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (Qs. Al-Baqarah: 257)

2. Ayat-ayat yang dimulai dengan dhamir (kata ganti) Allah Subhaanahu wa Ta'aala, seperti:


إِلَيْهِ يُرَدُّ عِلْمُ ٱلسَّاعَةِ

Artinya: "Kepada-Nya-lah dikembalikan pengetahuan tentang hari Kiamat." (Qs. Fussilat: 47)


3. Ayat yang dimulai dengan sayyidina Muhammad Shallallaahu 'alaihi wasallam, seperti:

مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ ٱللَّهِ

Artinya: "Muhammad itu adalah utusan Allah" (Qs. Al-Fath: 29)


➧Ulama juga mengisyaratkan untuk tidak membaca basmalah ketika memulai bacaan Al-Qur'an pada ayat-ayat berikut ini:[2]

• Qs. An-Nisa : 118

لَّعَنَهُ ٱللَّهُ

Artinya: "Yang dilaknati Allah"

• Qs. Al-Baqarah : 268

ٱلشَّيْطَٰنُ يَعِدُكُمُ ٱلْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُم بِٱلْفَحْشَآءِ

Artinya: "Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir)"

Wallaahu a'lam bis shawab

[1] Kitab An-Nasyr fii Qiroaatil 'Asyr (Hal. 259/Jilid 1).
[2] Kitab An-Nasyr fii Qiroaatil 'Asyr (Hal. 266/Jilid 1).

____________________

* Oleh: Dini Mukhlishati, Lc.


6 Amalan yang bisa dilakukan wanita haid di Malam Lailatul Qadar (10 Hari Terakhir Ramadhan).

Menurut Jumhur Ulama Malam Lailatul Qadar jatuh di sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan, yaitunya di malam-malam ganjil. 

Malam mulia yang lebih baik dari seribu bulan ini hendaknya kita isi dengan amalan-amalan ketaatan, sehingga pahala yang diperoleh dilipat gandakan oleh Allah ta'alaa, ditambah dengan jaminan yang di berikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallah 'anhu:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (رواه البخاري: 1901، ومسلم: 759)
Artinya:
"Siapa yang qiyamullail di malam qadar dengan penuh keimanan dan perhitungan, diampuni dosa-dosanya yang telah lalu". (HR. Bukhori dan Muslim)

Setiap muslim dan muslimah pasti menginginkan untuk mendapat malam lailatul qadar ini dan mengisinya dengan ibadah-ibadah kepada Allah ta'alaa. Namun bagaimana jika seorang muslimah sedang dalam keadaan haid? masih bisakah meraih keistimewahan pada malam qadar ini? 

Saat sedang haid, seorang muslimah memang tidak boleh puasa dan shalat dan beberapa ibadah lain. Meski begitu, ada banyak amalan dan ibadah yang tetap bisa dilakukan. Bahkan seorang yang sedang haid masih punya kesempatan untuk mendapat kemuliaan lailatul qadar.


Wanita haid tetap bisa mendapat kemulian malam Lailatul Qadar dan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dengan melakukan amalan-amalan berikut:

1. Memperbanyak Istighfar dengan membaca:

أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ

“Astaghfirullah Al Adzim.”
“Aku memohon ampunan kepada Allah yang Maha Agung.”

2. Memperbanyak Membaca Doa Sayyidul Istighfar:

اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ.

“Allahumma Anta Rabbii Laa Ilaaha Illaa Anta Khalaqtnii Wa Anna ‘Abduka Wa Anaa ‘Alaa ‘Ahdika Wa Wa’dika. Mastatha’tu a’uudzu Bika Min Syarri Maa Shana’tu Abuu u Laka Bini’ Matika ‘Alayya Wa Abuu-uBidzanbii Faghfir Lii Fa Innahu Laa Yagfirudz Dzunuuba Illa Anta.”

"Ya Allah Engkau adalah Tuhanku, Tidak ada Tuhan selain Engkau yang telah menciptakanku, sedang aku adalah hamba-Mu dan aku diatas ikatan perintah-Mu dan janji-Mu dengan semampuku,  Aku berlindung kepadamu dari segala kejahatan yang telah aku perbuat, Aku  mengakui-Mu atas nikmat-Mu terhadap diriku dan aku mengakui dosaku pada-Mu, maka ampunilah aku, sesungguhnya tiada yang boleh mengampuni segala dosa kecuali Engkau”. (HR. Bukhari).

3. Memperbanyak membaca Tasbih:

سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ

"Subhanallah wa bi-hamdih, Subhanallahil Adziim."
“Maha suci Allah, aku memuji-Nya, Maha suci Allah yang Maha Agung.

Ini berdasarkan kepada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh radhiyallahu 'anhu:

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ( كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ ) رواه البخاري (6682) ومسلم (2694)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Ada dua kalimat (dzikir) yang ringan diucapkan di lidah, (tapi) berat (besar pahalanya) pada timbangan amal (kebaikan), dan sangat dicintai oleh ar-Rahman (Allah Ta’ala Yang Maha Luas Rahmat-Nya), (yaitu): Subhaanallaahi wabihamdihi, subhaanallahil ‘azhiim (maha suci Allah dengan memuji-Nya, dan maha suci Allah yang maha agung).” (HR. Bukhari dan Muslim)

4. Memperbanyak membaca Sholawat:

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

“Ya Allah, berilah rahmat kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah memberikan rahmat kepada Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung. Berilah berkah kepada Muhammad dan keluarganya (termasuk anak dan istri atau umatnya), sebagaimana Engkau telah memberi berkah kepada Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung.” (HR. Bukhari, no: 3370 dan HR. Muslim, no: 406)

عن أبي هريرة، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: «مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرًا».

Artinya : “Barangsiapa bershalawat kepadaku satu kali shalawat, maka Allah memberi rahmat kepadanya sepuluh kali.” (HR. Muslim, No: 408)

5. Memperbanyak membaca Tahlil:

لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ

"Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku walahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syaiin qodiir."

Artinya: “Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya. Bagi-Nya kerajaan dan segala pujian. Dia-lah yang berkuasa atas segala sesuatu.” 

Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «مَنْ قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ، كَانَتْ لَهُ عَدْلَ عَشْرِ رِقَابٍ، وَكُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ، وَمُحِيَتْ عَنْهُ مِائَةُ سَيِّئَةٍ، وَكَانَتْ لَهُ حِرْزًا مِنَ الشَّيْطَانِ يَوْمَهُ ذَلِكَ حَتَّى يُمْسِيَ، وَلَمْ يَأْتِ أَحَدٌ بِأَفْضَلَ مِمَّا جَاءَ بِهِ، إِلَّا أَحَدٌ عَمِلَ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ».

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: "Barangsiapa mengucapkan ’laa il aha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ’ala kulli syay-in qodiir’ [tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya kerajaan dan segala pujian. Dia-lah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu] dalam sehari sebanyak 100 kali, maka baginya sama dengan sepuluh budak (yang dimerdekakan, pen), dicatat baginya 100 kebaikan, dihapus darinya 100 kejelekan, dan dia akan terlindung dari setan pada siang hingga sore harinya, serta tidak ada yang lebih utama darinya kecuali orang yang membacanya lebih banyak dari itu." (HR. Bukhari no. 3293)

6. Perbanyak membaca Doa Lailatul Qadar berikut:

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى

Artinya: "Ya Allah, Sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf (dari kesalahan), mencintai maaf, maka maafkanlah aku (dari kesalahan-kesalahanku)".

Hendaknya memperbanyak membaca doa ini pada malam yang diharapkan sebagai malam lailatul qadar, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ummul Mukminin Sayidah Aisyah radhiyallahu 'anha ketika ia bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ وَافَقْتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ مَا أَدْعُو؟ قَالَ: تَقُولِينَ: « اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى ».
Artinya:
"Wahai Rasulullah, jika aku mendapati lailatul qadar, apakah yang aku baca?, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Hendaknya kamu mengucapkan: Ya Allah, Sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf (dari kesalahan), mencintai kemaafan, maka maafkanlah aku (dari kesalahan-kesalahanku)". (HR Ibnu Majah, no: 3850)

Jadi bagi saudari-saudariku tak perlu berkecil hati jika dalam keaadan haid di sepertiga terakhir bulan Ramadan. Selalu ada kesempatan untuk meraih kemuliaan Lailatul Qadar dengan berbagai bentuk amalan dan ibadah lainnya. Tetap semangat meraih kemuliaan bulan suci Ramadan.

______________

* Oleh: Andi Kurniawan, Lc.
Al-Lahnu/Lahn

Al-Lahnu/Lahn secara bahasa berarti salah atau jauh dari kebenaran.
Sedangkan menurut istilah ilmu tajwid, Al-Lahnu berarti kesalahan dalam mengucapkan huruf atau kata-kata dalam Al-Qur'an baik dari segi i'rab nahwu ataupun kaedah tajwid.

Kesalahan dalam membaca Al-Qur'an ini terbagi kepada dua jenis:

1. Al-Lahnul Jali (اللحن الجلي)

2. Al-Lahnul Khafi (اللحن الخفي)


Apa perbedaan dari keduanya? Yuk, simak penjelasan berikut ini:

1. Al-Lahnul Jaliy (اللحن الجليّ)

Adalah kesalahan yang terjadi pada lafaz-lafaz yang melanggar kaedah membaca Al-Qur'an, kesalahan ini dapat mengganti makna bacaan atau tidak mengganti arti atau makna suatu bacaan. Kesalahan ini dinamakan dengan Al-Lahnul Jaliy (اللحن الجليّ) karena kesalahan ini sangat jelas dapat diketahui oleh siapapun yang mendengar dan menyimak bacaan Al-Qur'an tersebut.

Contoh-contoh Al-Lahnul Jaliy (اللحن الجليّ) atau kesalahan yang jelas adalah:

Mengganti Harakat suatu huruf dengan Harakat lainnya

Contoh seseorang membaca أَنْعَمْتُ (an'amtu) pada kata أَنْعَمْتَ (an'amtadalam Surat Al-Fatihah ayat 7. Pergantian harakat fathah menjadi dhammah ketika mengucapkan kata ini termasuk salah Jali atau Al-Lahnul Jali (اللحن الجلي). Kesalahan pada bacaan ini sangat fatal karena dapat merubah atau mengganti makna bacaan.

أَنْعَمْتُ berarti telah aku beri nikmat sedangkan أَنْعَمْتَ berarti telah Engkau (Allah) beri nikmat.
Contoh kedua kesalahan mengganti harakat namun tidak mengganti arti kata adalah potongan ayat berikut ini الْحَمْدُلِلَّهِ dibaca الْحَمْدُلِلَّهُ atau الْحَمْدُلِلَّهَ. Ketiga kata ini  sama-sama berarti Segala Puji Bagi Allah.

Mengganti suatu huruf dengan huruf lainnya

Contoh seseorang membaca kata يَطْبَعُ (yathba'u) yang berarti menutup dengan يَتْبَعُ (yatba'u) yang memiliki arti mengikuti.

Contoh lainnya membaca kata عَسَى ('asaa) yang berarti barangkali dengan عَصَى ('ashaa) yang memiliki arti mendurhakai, melanggar.

Menambah huruf pada kata yang sedang dibaca

Contoh وَلَتُسْئَلُنَّ dibaca وَلَاتُسْئَلُنَّ menambahkan alif setelah huruf lam (ل) sehingga merubah arti atau makna bacaan yang sedang dibaca.

• Mengurangi huruf pada kata yang sedang dibaca

Contoh وَلَا تَمُوْتُنَّ dibaca وَلَتَمُوْتُنَّ menngurangi alif setelah huruf lam (ل) sehingga tidak dibaca panjang sehingga merubah arti atau makna bacaan yang sedang dibaca.

• Mengganti harakat sukun menjadi harakat fathah, kasrah atau dhammah atau sebaliknya

Contoh: كُفُوًا أَحَدٌ dibaca كُفْوًا أَحَدٌ

Ulama sepakat bahwa hukum membaca Al-Qur'an dengan kesalahan seperti yang dicontohkan diatas adalah haram jika orang yang membaca Al-Qur'an sengaja melakukan kesalahan dalam bacaannya atau sengaja lalai ketika membaca Al-Qur'an.

2. Al-Lahnul Khafi (اللحن الخفي)

Adalah kesalahan yang terjadi pada lafaz-lafaz yang melanggar kaedah membaca Al-Qur'an, tetapi kesalahan ini tidak mempengaruhi arti atau makna suatu bacaan, kesalahan ini terjadi karena kurang sesuai dengan kaedah tajwid suatu huruf. Kenapa dinamakan dengan Al-Lahnul Khafi (اللحن الخفي)? karena, kesalahan ini hanya dapat diketahui oleh orang yang 'aalim belajar, paham dan mengerti ilmu tajwid, biasanya kesalahan ini tidak disadari dan diketahui oleh orang pada umumnya.

Al-Lahnul Khafi (اللحن الخفي) dapat dibagi dua:

- Kesalahan yang diketahui oleh orang yang mengetahui ilmu tajwid dan pandai membaca Al-Qur'an

Kesalahan ini terjadi pada salah satu hukum dari hukum-hukum tajwid, seperti kurangnya dengung pada idgham, ikhfa dan sejenisnya, atau kata yang seharusnya dibaca izhar/jelas dibaca dengung, bacaan yang seharusnya panjang dibaca pendek, dan sebagainya.

Contohnya seseorang membaca kata مَاءٍ dengan satu harakat saja.

Contoh lainnya مَنْ كَانَ dibaca jelas/izhar seharusnya dibaca ikhfa disertai dengung 2 harakat.

- Kesalahan yang hanya diketahui oleh orang yang mahir dalam ilmu tajwid dan ilmu yang berhubungan dengan bacaan Al-Qur'an (Ulama Qurra')

Contohnya:

• Pengulangan bunyi "rrr" pada huruf ر

• Huruf yang seharusnya tipis tetapi dibaca tebal (kecuali pada lafaz اللَه)

• Berlebih atau berkurangnya kadar panjang (mad) pada bacaan Al-Qur'an

• Huruf bertasydid dibaca sama dengan ketika huruf tersebut tidak bertasydid.

• Berhenti pada suatu bacaan dengan harakat sempurna (tidak disukunkan atau sebagaimana tatacara berhenti/waqaf pada ilmu tajwid).

• dan lain-lain.

Diriwayatkan Musa bin Yazid Al-Kindi dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallaahu 'anhu bahwa ada seseorang yang membacakan Al-Qur'an kepada beliau, ia membaca إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ (QS.At-Taubah : 60) tanpa mad (panjang). Lalu, Abdullah bi Mas'ud berkata: "(Tidak seperti ini Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam memperdengarkan bacaan ayat ini kepadaku", lalu seseorang tadi bertanya; "Lalu bagaimana seharusnya aku membaca ayat ini wahai Abu Abdurrahmaan?" Beliau menjawab; "Rasulullah membacakannya seperti ini  إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ dengan memanjangkan bacaannya (pada huruf yang seharusnya dibaca panjang/mad).

Riwayat ini menjelaskan kepada kita bahwa wajib bagi kita untuk menghindari kesalahan walaupun khafi ketika membaca Al-Qur'an Al-Karim. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa  haram membaca Al-Qur'an dengan kesalahan khafi (ringan, kesalahan yang tidak merubah makna) jika ia sengaja melakukannya sedangkan ia mengetahui bacaan yang benar dan tepat.

Dalam Syarh Addurril yatiim Al-Barkawiy berkata "segala jenis kesalahan (khafi) ini haram, karena walaupun tidak mengubah makna kata pada suatu ayat tetapi ia telah mengurangi hak-hak huruf  dan kesempurnaan bacaan tersebut.

Wallaahu a'laa wa a'lam bisshawwab

Apakah seseorang yang bacaan Al-Qur'annya sering salah jaliy boleh mengimami sholat? Nantikan tulisan berikutnya ya, teman-teman...

____________________

* Oleh: Dini Mukhlishati, Lc.


Jaminan Ampunan di Malam  Lailatul Qadar

Dalam sebuah hadits Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (رواه البخاري: 1901، ومسلم: 759)
Artinya:
"Siapa yang qiyamullail di malam qadar dengan penuh keimanan dan perhitungan, diampuni dosa-dosanya yang telah lalu". (HR. Bukhori dan Muslim)

Hadits ini adalah dalil tentang keutamaan lailatul qadar dan melaksanakan qiyamullail di malam qadar, Malam Qadar adalah malam yang agung, Allah muliakan malam ini dan jadikan ia lebih baik dari seribu bulan, dalam keberkahan nya dan keberkahan amal saleh padanya, dia lebih utama dari ibdah seribu bulan, 83 tahun 4 bulan, oleh karena itulah siapa yang menghidupkan qiyamullail padanya dengan penuh keimanan dan perhitungan akan ampunan Allah, akan diampunkan dosa-dosanya, tentang keutamaan lailatul qadar ini turun firman Allah Ta'ala:

إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ ۚ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ (3) فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ (4)

Artinya:
"Sesungguhnya Kami menurunkannya pada malam yang diberkahi. ) Sungguh, Kamilah yang memberi peringatan (3). Pada (malam itu) dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah (4)". (QS Ad Dukhan: 3-4)


Malam Qadar adalah malam yang berkah, malam yang banyak kebaikan nya; karena keutamaan yang dimilikinya dan besarnya pahala bagi yang beramal padanya. Diantara keberkahan malam lailatul qadar ini adalah Allah ta'ala turunkan AlQuran pada malam ini:

إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)
Artinya:
"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam qadar (1). Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? (2). Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan (3). Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan (4). Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar (5)". (QS. Al Qadr: 1-5)

Ibnu Katsir menafsirkan ayat ke-3 dari surat ini dengan mengatakan: Banyak sekali malaikat yang turun dimalam ini, karena keberkahannya, dan para malaikat turun berserta berkah dan rahmat, sebagaimana juga malaikat turun ketika dibacakannya AlQuran, dan malaikat menaungi halaqoh-halaqoh zikir dan membentangkan sayap-sayap mereka sebagai penghormatan bagi para penuntut ilmu yang sungguh-sungguh.

Lailatul Qadar itu tidak diragukan lagi terjadi di bulan Ramadhan, karena Allah ta'ala menurunkan AlQuran padanya. Allah telah memberi tahu kita bahwa Alquran di turunkan di bulan Ramadhan dengan firmanNya:

إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam qadar" (QS. Al Qadr: 1)


شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ

"Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an". (QS. Al Baqarah: 185)

Maksudnya bahwa AlQuran mulai turun dari Allah ta'ala kepada Nabi Muhammad sallallahu 'alaihi wasallam pada bulan Ramadhan.

Kata (إِيمَانًا) yang terdapat dalam hadits diatas, maksudnya: dengan penuh keimanan terhadap apa yang telah Allah ta'ala siapkan berupa pahala yang sangat besar bagi orang-orang yang melakukan qiyamullail di malam lailatul qadar ini.

Dan maksud dari kata (احْتِسَابًا) adalah dengan penuh perhitungan dan harapan terhadap balasan dan pahala dari Allah ta'ala.

Maka malam qadar ini adalah malam yang mulia, malam yang Allah ta'ala pilih sebagai waktu permulaan turunnya AlQuran, maka kewajiban seorang muslim adalah mengetahui nilai dari malam qadar ini dan bersemangat untuk memperolehnya dan menghidupkan nya dengan penuh keimanan dan perhitungan untuk mendapatkan balasan dan pahala dari Allah ta'ala, moga-moga Allah ta'ala mengampunkan dosa-dosanya yang telah berlalu.

Oleh karena itulah Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam memperingatkan kita agar tidak lupa dan lalai dari menghidupkan malam lailatul qadar, sehingga kita tidak terhalang untuk mendapatkan kebaikan-kebaikan nya.

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :  أتاكم شهرُ رمضانَ ، شهرٌ مبارَكٌ ، فرض اللهُ عليكم صيامَه ، تفتحُ فيه أبوابُ الجنَّةِ ، و تُغلَق فيه أبوابُ الجحيم ، وتُغَلُّ فيه مَرَدَةُ الشياطينِ ، وفيه ليلةٌ هي خيرٌ من ألف شهرٍ ، من حُرِمَ خيرَها فقد حُرِمَ.(رواه النسائي)

Artinya:
Dari Abu Hurairoh radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Rasullah sallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: "Telah datang kepada kalian Ramadhan bulan yang penuh berkah, Allah Azza wa Jalla telah mewajibkan berpuasa di dalamnya, di dalamnya dibuka pintu-pintu langit, dan ditutup pintu-pintu neraka, dibelenggu para pemimpin setan, di dalamnya Allah memiliki satu malam yang lebh baik dari seribu bulan, barangsiapa yang diharamkan dari kebaikannya maka ia benar-benar telah diharamkan kebaikan apapun".(HR. An-Nasai, no:2108)

Hendaknya memperbanyak membaca doa pada malam yang diharapkan sebagai malam qadar, dan membaca doa yang diajarkan oleh Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam kepada Ummul Mukminin Sayidah Aisyah radhiyallahu 'anha ketika bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ وَافَقْتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ مَا أَدْعُو؟ قَالَ: تَقُولِينَ: « اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى ».
Artinya:
"Wahai Rasulullah, jika aku mendapati lailatul qadar, apakah yang aku baca?, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Hendaknya kamu mengucapkan: Ya Allah, Sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf (dari kesalahan), mencintai kemaafan, maka maafkanlah aku (dari kesalahan-kesalahanku)". (HR Ibnu Majah, no: 3850)

Jadi doa di malam Lailatul Qadar sebagai berikut:

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى

Artinya: "Ya Allah, Sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf (dari kesalahan), mencintai maaf, maka maafkanlah aku (dari kesalahan-kesalahanku)".

10 Pendapat Ulama tentang waktu terjadinya Lailatul Qadar.

Pertanyaan tentang kapan jatuhnya Lailatul Qadar atau kapan terjadinya Malam Qadar, merupakan salah satu pertanyaan yang sering ditanyakan sepanjang masa, terutama pada Bulan Suci Ramadhan. Malam lailatul qadar adalah malam yang lebih baik dari seribu bulan, karenanya malam ini didambakan oleh setiap muslim dengan harapan bisa mengisinya dengan ibadah kepada Allah Ta'ala. Waktu terjadinya lailatul qadar sangat misterius, tidak ada yang mengetahuinya. Tentu, siapa saja yang mendapatkannya termasuk orang yang paling beruntung di dunia ini.


Diantara keutamaan malam lailatul qadar adalah memperoleh pengampunan sebagaimana yang disebutkan pada hadis Abu Hurairah, dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut:

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni." (HR. Bukhari no: 1901 dan Muslim no: 759).

Al Hafidz Ibn Hajar dalam kitabnya Fathul Baari menyebutkan: Ulama berbeda pendapat dalam menentukan kapan jatuhnya Lailatul Qadar, perbedaan itu mencapai 46 pendapat, Al Hafidz Al Iroqi menyebutkan perbedaan itu mencapai 25 pendapat, bahkan ada ulama kontemporer yang mengatakan perbedaan pendapat itu mencapai 60 pendapat.

Perbedaan pendapat ulama tersebut bukan karena para ulama tidak mampu mendapatkan dalil, tetapi justru karena tidak ada dalil yang secara tegas menyebutkan kapan waktunya.

Dari sekian banyak perbedaan pendapat para ulama tentang waktu terjadinya lailatul qadar, berikut ini 10 pendapat para ulama yang bisa dijadikan rujukan.

Pendapat Pertama: Lailatul Qadar itu terjadi di bulan ramadhan secara khusus, bisa terjadi pada semua malam Ramadhan, sejak malam pertama hingga malam terakhir tapi tidak diketahui pada malam ke berapa. Pendapat ini adalah pendapat Abu Hurairoh, Ibnu Abbas, Abu Dzar, Alhasan Albashri, dan ini juga pendapat Abu Hanifah, Ibnul Munzir dan sebagian Ulama Syafi'iyah, dan pendapat ini dikuatkan oleh Imam Assubki [1].

Pendapat Kedua: Lailatul Qadar jatuh pada malam pertama Ramadhan. Pendapat ini adalah pendapat Abu Razin Al Uqaili [2]

Pendapat Ketiga: Lailatul Qadar adalah malam ke-17 tujuh belas Ramadhan [3].

روى بنُ أَبِي شَيْبَةَ وَالطَّبَرَانِيُّ مِنْ حَدِيثِ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قَالَ مَا أَشُكُّ وَلَا أَمْتَرِيَ أَنَّهَا لَيْلَةُ سَبْعَ عَشْرَةَ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ أُنْزِلَ الْقُرْآن

Ibnu Abi Syaibah dan At-thabrany meriwatkan dari Zaid bin Arqam bahwasanya dia berkata: saya tidak syak dan tidak ragu bahwa lailatul qadar adalah malam ke-17 Ramadhan, malam diturunkannya AlQur'an. (HR. Ibnu Abi Syaibah dan At-Thabrani).


Pendapat Keempat: Lailatul Qadar adalah malam pertama dari sepuluh malam terakhir Ramadhan. Imam Syafi'i lebih cenderung kepada pendapat ini, dan sekelompok ulama Mazhab Syafi'iyah menegaskan malam qadar jatuh pada malam ini [4].

Pendapat Kelima: Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-23 Ramadhan. Ini pendapat Ibnu Abbas, Bilal, Aisyah, Anis Aljuhani dan Ibnul Masayyib [5]. (HR. Abdur Razzaq, No:7687).

Pendapat Keenam: Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-24 Ramadhan. Ini adalah pendapat Ibnu Abbas. (HR. Bukhori, No: 2022)

Pendapat Ketujuh: Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-29 Ramadhan. Ini diriwayatkan dari Abu Hurairoh dan selainnya. (HR. Ibnu Khuzaimah, No: 2194)

Pendapat Kedelapan: Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-27 Ramadhan. Ini pendapat sekelompok Sahabat Radhiyallahu 'Anhum, diantara mereka: Ubai bin Ka'ab, Anas bin Malik, dan ini juga pendapat Zir bin Hubaisy dari Ulama Tabi'in [6]. (HR. Abdur Razzaq, No:7701).

Pendapat Kesembilan: Malam Lailatul Qadar jatuh pada malam-malam 10 terakhir Ramadhan, khususnya pada malam-malam ganjil. Pendapat ini merupakan pendapat jumhur ulama, di antaranya Madzhab Al-Malikiyah, Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah, serta Al-Auza’i dan Abu Tsaur [7].

Pendapat Kesepuluh: malam Qadar itu berpindah-pindah tiap tahun pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan dari satu malam ke malam lainnya [8].

Pendapat ini menggabungkan antara hadits-hadits yang diriwayatkan tentang penentuan malam qadar pada malam-malam yang berbeda dari bulan Ramadhan secara umum dan dari sepuluh malam terakhir secara khusus. Dimana tidak ada cara untuk menggabungkan hadits-hadits itu kecuali dengan mengatakan bahwa malam Qadar itu jatuh pada malam yang berbeda-beda dari sepuluh malam terakhir Ramadhan setiap tahunnya.

Berdasarkan ini, maka malam qadar di tahun Abu Sa'id radhiyallahu 'anhu melihat Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam sujud di air dan lumpur adalah pada malam ke-21, sementara di tahun Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan Abdullah bin Unais untuk datang dari Badui agar sholat di mesjid adalah pada malam ke-23, sedangkan ditahun Ubai bin Ka'ab melihat tanda-tandanya malam qadar jatuh pada malam ke-27, dan terkadang tanda-tandanya bisa terlihat pada malam selain malam-malam ini, dan ini adalah pendapat Imam Malik, Imam Ahmad, At-tsaury, Ishaq, Abu Tsaur, Abu Qilabah, AlMuzani, Abu Bakar muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah, Al Mawardi dan Ibnu Hajar al Asqolani dari Ulama Syafi'iyah.

Imam An-Nawawi mengatakan: Pendapat ini adalah pendapat yang kuat, karena pertentangan hadits-hadits shahih tentang hal ini, dan tidak cara untuk menggabungkan antara hadits-hadits ini kecuali dengan mengatakan bahwa malam qadar itu berpindah-pindah dari satu malam kemalam lainnya dari sepuluh malam terakhir ramadhan, bahkanada yang mengatakan bahwa malam qadar itu berpindah-pindah dari satu malam ke malam-malam ramadhan yang lain.


____________

Referensi:

[1]. Ibnu Hajar al-Asqolani, Fathul Baari, Jilid 4, Hal: 263, Cet. Darul Ma'rifah Beirut, 1379 H.
[2]. Ibid.
[3]. Ibid.
[4]. Ibid.
[5]. Abdul Razzaq, Al Mushonnaf, Jilid 4, Hal: 249, No: 7687, Cet. Al-Majlis Al'Ilmi India, Cet. kedua 1403 H.
[6]. Abdul Razzaq, Al Mushonnaf, Jilid 4, Hal: 253, No: 7701, Cet. Al-Majlis Al'Ilmi India, Cet. kedua 1403 H.
[7]. Ibnu Hajar al-Asqolani, Fathul Baari, Jilid 4, Hal: 265, Cet. Darul Ma'rifah Beirut, 1379 H
[7]. Ibid.

Apa Itu Tajwid?

Tajwid secara bahasa berarti tahsin artinya memperindah (bacaan menjadi lebih baik) dan itqan artinya menyempurnakan.

Ilmu Tajwid adalah sebuah disiplin ilmu yang menjelaskan tatacara pelafalan huruf Al-Qur'an dari makhrajnya (tempat keluar huruf) dengan memberikan hak (sifat yang selalu ada pada huruf) dan mustahaq (sifat yang kadang mengikuti huruf, kadang tidak mengikuti huruf tersebut) secara tepat dan benar.

Ilmu Tajwid dipakai ketika membaca Ayat-ayat Al-Qur'an.


Apa Tujuan mempelajari Ilmu Tajwid?

1. Menjaga lidah dari kesalahan dalam membaca Al-Qur'an.
2. Menjaga keaslian Al-Qur'an.
3. Mengharap balasan (kebaikan) dari Allah Subhaanahu wa Ta'aala.
4. Supaya huruf keluar dari makhraj yang tepat disertai sifat yang benar hingga kita membaca Al-Qur'an dengan mutqin, ringan, mudah & tidak berlebihan.

Apa Keutamaan mempelajari Ilmu Tajwid?

Ilmu tajwid merupakan salah satu ilmu yang mulia karena berhubungan dengan Kalam Allah Subhaanahu wa ta'aala.

Siapa Penggagas Ilmu Tajwid?

Secara praktek ilmu tajwid sudah dipraktekkan oleh Rasulullah SAW sebagaimana yg beliau dengar & terima dari malaikat Jibril 'alaihi salam yang bersumber dari Allah SWT. Sedangkan secara teori ada yang mengatakan:

1. Abu Aswad Ad-Duali
2. Abu Qasim Ubaid bin Salam
3. Alkhalil bin Ahmad Al-Farahidi
4. Dll

Apa Hukum mempelajari Ilmu Tajwid?

Hukum mempelajari ilmu tajwid adalah Fardhu Kifayah

Apa Hukum mempraktekkan Ilmu Tajwid?

Fardhu 'Ain, sebagaimana firman Allah Ta'ala :

وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا

Artinya: "Bacalah Al-Qur'an itu dengan tartil." (Al-Muzzammil :4)

Sayyidina 'Ali radhiyallaahu 'anhu ketika ditanya tentang pengertian tartil beliau menjawab: Tartil adalah membaca sesuai tajwid dan mengetahui tempat-tempat waqaf.

Apa saja langkah yang perlu kita ambil agar menguasai Ilmu Tajwid?

1. Mengetahui Makharijul Huruf
2. Mengetahui Sifat-sifat Huruf
3. Melatih lidah dengan sering mengulang membaca Al-Qur'an
4. Belajar dengan guru.

Apa saja rukun bacaan Al-Qur'an yang benar?

1. Sesuai dengan kaedah Bahasa Arab
2. Sesuai dengan Rasm 'Usmani
3. Bersambung kepada Rasulullah SAW

Apa saja tingkatan bacaan Al-Qur'an?

1. Tahqiq : membaca Al-Qur'an dengan pelan dan tenang.
2. Tadwir : membaca Al-Qur'an dengan tidak terlalu pelan dan tidak terlalu cepat, atau kecepatan sedang.
3. Hadr : membaca Al-Qur'an dengan cepat.

Ketiga tingkatan ini mesti tetap menjaga hukum tajwid sesuai hak dan mustahaq huruf Al-Qur'an.


Semoga bermanfaat...

___________________

* Oleh: Dini Mukhlishati, Lc.
Doa Jika Berbuka ditempat Orang Lain

أَفْطَرَ عِنْدَكُمُ الصَّائِمُونَ، وَأَكَلَ طَعَامَكُمُ الْأَبْرَارُ، وَصَلَّتْ عَلَيْكُمُ الْمَلاَئِكَةُ

“Semoga orang-orang yang berpuasa berbuka di sisimu dan orang-orang yang baik makan makananmu, serta malaikat mendo’akanmu.”. 

Doa ini berdasarkan hadits:

عن أنس: أن النبيَّ - صلَّى الله عليه وسلم - جاءَ إلى سعدِ بن عُبَادَةَ، فجاءَ بخُبْزٍ وزَيْتٍ، فاكَلَ، ثم قال النبي - صلَّى الله عليه وسلم : «أفْطَرَ عندَكُمُ الصَّائمونَ، وأَكَلَ طَعامَكُم الأبْرَارُ، وصَلَّتْ عَلَيكُم المَلائِكة»

Dari Anas radhiyallahu 'anhu bahwasanya Nabi SAW datang ketempat Sa'ad bin Ubadah, maka sa'ad menyuguhkan roti dan minyak kemudian Nabi SAW memakannya, kemudian berkata: “Semoga orang-orang yang berpuasa berbuka di sisimu dan orang-orang yang baik makan makananmu, serta malaikat mendo’akanmu.” (HR. Abu Daud) Hadits ini dinyatakan shahih oleh Syeikh Arnauth[1]

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ، قَالَ: أَفْطَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ سَعْدِ بْنِ مُعَاذٍ، فَقَالَ: «أَفْطَرَ عِنْدَكُمُ الصَّائِمُونَ، وَأَكَلَ طَعَامَكُمُ الْأَبْرَارُ، وَصَلَّتْ عَلَيْكُمُ الْمَلَائِكَةُ»

Dari Abdullah bin Zubair, dia berkata: Rasulullah SAW berbuka ditempat Sa'ad bin Mu'adz, kemudian mengucapkan doa: “Semoga orang-orang yang berpuasa berbuka di sisimu dan orang-orang yang baik memakan makananmu, serta malaikat mendo’akanmu.” (Ibnu Majah no: 1747 )[2]

Rasulullah SAW telah mengajarkan kepada kita adab-adab yang indah dan akhlaq-akhlaq mulia yang menambah kedekatan hubungan kita dengan saudara kita sesama muslim, serta menambah persatuan dan rasa kasih sayang sesama kita.


Dalam hadits diatas Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu meriwatkan bahwa Rasulullah SAW makan ditempat Sa'ad bin Ubadah yang merupakan seorang shahabat yang mulia, nama lengkapnya: Sa'ad bin Ubadah bin Dulaim Al-Anshori, pemuka kaum khazraj, dan salah satu yang hadir di Bai'atul Aqobah, dia menghadiri bai'at aqobah bersama tujuh puluh orang dari kaum anshar. 

Setelah Rasulullah SAW selesai makan rasulullah SAW berkata: (Semoga makananmu dimakan oleh orang-orang baik) ini adalah doa untuk nya semoga selalu bersahabat dengan orang-orang sholeh, karena sahabat-sahabat yang sholeh akan menjadi penolong dalam ketatan dan ibadah,itu akan mendatangkan kemenangan dan kesuksesan baginya, karena siapa yang makanannya dimakan oleh orang-orang yang baik, maka dia akan mendapatkan pahala memberi makan dengan sempurna, disebabkan oleh orang yang memakannya adalah orang-orang baik.

Kemudian Rasulullah SAW melanjutkan: (Semoga Malaikat Mendoakanmu) maksudnya: semoga malaikat memohonkan ampunan bagimu disisi Allah SWT, dan siapa yang didoakan oleh malaikat sungguh telah mendapatkan keberuntungan, karena doa dari malaikat baginya supaya mendapatkan rahmat adalah doa yang maqbul disisi Alllah SWT, ini adalah bentuk syukur dan terima kasih kepada pemilik makanan. 

Kemudian Rasulullah SAW melanjutkan: (Semoga orang-orang yang berpuasa berbuka di sisimu), maknanya ini adalah doa kebaikan dan keberkahan, karena memberi makan orang yang berbuka puasa menunjukkan kelapangan rezki dan banyaknya kebaikan, dan itu juga doa baginya semoga mendapatkan pahala yang sama dengan orang yang berpuasa, karena siapa yang orang-orang berpuasa berbuka ditempatnya maka dia berhak mendapatkan pahala yang telah dijanjikan oleh ALlah SWT bagi orng yang memberi makanan berbuka bagi orang yang berpuasa.

Dalam hadits ini Rasulullah SAW mengajarkan kepada umatnya untuk mendoakan orang yang memberinya makan dan minuman, dan ini adalah diantara adab-adab bertamu.

_______________

Referensi:

[1]. Sunan Abi Daud, Tahqiq Syeikh Arnauth, Dar Arrisalah Alalamiyah, Cet pertama, Tahun 1430 H - 2009 M, Jilid: 5, Hal: 661
[2]. Sunan Ibnu Majah, Tahqiq Fuad Abdul Baqi, Dar Ihyaul Kutub Alarabiyah, Jilid: 1, Hal: 556.